Berburu Sunset di pantai Krandangan dan Mengintip Senggigi

Para Penjual

Para Penjual

Taman Krandangan

Taman Krandangan

 

Sore itu semburat senja berpendar di kolam renang taman belakang hotel Puri Saron saat saya menyisiri pinggiran kolam renang itu. Kolam yang biasanya selalu ramai oleh para tamu hotel ini nampak sepi dan tenang. beberapa petugas hotel menyapaku saat aku melintasinya. Mereka  sepertinya tahu gelagatku layaknya wartawan dengan kamera bag yang diselempangkan di bahu.

Krandangan adalah salah satu spot tercantik untuk memotret pohon-pohon kelapa. bagi yang suka menikmati suasana matahari terbenam. barangkali Krandangan harus menjadi salah satu yang wajib dikunjungi. Puri Saron lokasinya bersebelahan dengan pantai Krandangan. hanya dipisahkan oleh sungai lumut sampah.

Seorang petugas hotel mendekatiku dan memberitahuku bahwa Lombok memiliki pantai-pantai cantik. saya tak terkejut karena memang saya sudah membuktikannya. mungkin petugas hotel menyangka saya sebagai orang yang baru tiba di Lombok. “Mas, pantai-pantai di Lombok cantik-cantik,” katanya berusaha mempromosikannya kepada saya. sudah satu tahun lebih saya tinggal di Lombok. selama itu pula saya memburu pantai-pantai cantik. ntah kenapa saya merasa bersemangat mencari pantai-pantai indah di lombok. setiap sudut lombok harus saya jelajahi, begitu kata hatiku suatu waktu.

bahkan saya pernah sendirian menyusuri pantai-pantai yang mulai dari Loang Baloq di Mataram hingga di Kecinan, Lombok Utra. dari pagi hingga sore menjelang. masuk ke kampung ke luar kampung. dari gang satu ke gang lain. menyusuri kampung-kampung nelayan kumuh. hingga pantai Senggigi yang cantik.

 

Sunset at Puri Saron

Sunset at Puri Saron

Sungai ini hanya menjadi muara dari sampah-sampah yang berasal dari bukit dihulunya. Sungainya tenang dan tak beriak. Ketenangan sungai ini menyebabkan lumut-lumut hijau tumbuh subur menyelimuti permukaan air yang tenang. Ada orang-orang yang memanfaatkan ketenangan sungai berlumut ini. mereka itu : para pemancing ikan-ikan sungai. Mencari ikan-ikan yang bersembunyi di balik lumut-lumut yang menutupi permukaan air sungai. Barangkali, mereka terlalu setia menunggui ikan-ikan yang bersembunyi di balik lumut. Setiap sore, pemancing itu selalu setia menunggu sang ikan memangsa umpan para pemancing.

Saat itu, saya melihat sekumpulan para pemancing yang terlihat berdiam diri di atas air yang tenang. Bayangan terefleksi di dalam air.

Di atas sana, bukit hijau diselimuti awan kelabu yang menggulung. Di pinggiran sungai, barisan pohon kelapa yang melambai diterpa angin bukit yang turun ke laut. Di pantai, orang-orang bercengkrama ria sambil menikmati tenggelamnya mentari di sore hari. Di pinggiran pantai ini juga para penjual kelapa menunggu para penikmati wisata krandangan beach.

Saya cepat berlarian hendak menuju ke arah komplek pantai Krandangan yang sebenarnya. Terlihat Para pengunjung yang sedang mandi di pantai Krandangan dengan hamburan ombak yang tenang. Pantai Krandangan langsung berbatasan dengan selat lombok. Beberapa anjing saling menggongong saat saya masuk kawasan pantai Krandangan. Saya baru datang saat orang-orang yang berjualan sedari tadi pagi mulai berkemas-kemas hendak mau pulang.

Beberapa rombongan pengunjung bule mendatangi salah satu penjual itu kemudian memesan beberapa kelapa muda. Saya berlalu meninggalkan warung-warung menuju ke tengah-tengah lapangan Krandangan yang kosong dari pohon kelapa. Saya duduk sendiri di tengah lapang sambil indahnya temaram senja berbalut kuning. Angin-angin berhembus kencang membilas pohon-pohon kelapa yang tinggi menjulang.

Pintu Gerbang

Pintu Gerbang

Saya masih duduk seorang diri, saat mentari tenggelam ke dalam laut. Langit semakin gelap, anjing pun sesekali menggongong di kejauhan malam. Gelap. Membuatku sedikit ada rasa takut. Tapi begitu senang ketika melihat indahnya barisan pohon kelapa yang berbaris rapi dengan latar belakang warna merah jingga. Tak ada cahaya lampu, Gelap, berpadu dengan indahnya temaram senja. Gonggongan anjing semakin kencang saat aku berjalan menyusuri jalanan gelap. Ntah ada beberapa anjing. Anjing itu berlarian. Ada rasa takut dan was-was jika anjing itu merasa terancam dan mengancam saya. Anjing-anjing berlarian dalam gelap dibarengi dengan saya yang juga berlarian ketakutan.

Trauma. Barangkali itu lah kata yang cocok untuk menggambarkan trauma saya dengan anjing. Aku pernah diserbu tiga anjing sekaligus saat lari pagi. Sejak itulah, saya sedikit mengalami trauma saat bertemu anjing-anjing menggonggong.

Pertengahan Isyak dan magrib, saya pulang ke hotel. Melewati restoran yang langsung berhadap-berhadapan dengan kolam renang. Beberapa kawan menyapaku. Malam itu, aku lewatkan malamku dengan menonton film HBO hingga akhirnya aku tertidur dengan sendirinya.

Penjual Jagung Bakar Senggigi

Penjual Jagung Bakar Senggigi

Pagi-pagi sekali, saat mentari pagi berada di balik perbukitan saya sudah meluncur ke jalanan senggigi. Semburat cahaya Jingga di pagi hari desa senggigi. Hembusan-hembusan angin segar dengan jalanan senggigi yang masih sepi menambah kedamaian dan ketenangan pagi ini. Cahaya jingga dari puncak bukit menerangi pantai senggigi yang masih tertidur. Pantai itu masih terlelap dari aktivitas manusia yang sekedar ingin berjemur. Bahkan, pemancing yang biasanya kuat bertahan seorang diri berendam separuh badan di laut tak muncul pagi itu.

Tak ada para penjual kelapa muda dan jagung bakar yang biasanya berjejer rapi di pinggiran jalan senggigi. Hanya barisan mobil taksi yang berbaris rapi menunggu penumpang. Jalanan Senggigi nampak lengang. Tak ada bule dan wisatawan lain yang biasanya berseliweran di sepanjang jalan senggigi. Hanya terlihat satu bule yang jogging menuruni jalan senggigi. Keringatanya bercucuran membasahi kaos putihnya.

Mentari naik sepenggalan saat saya memutuskan balik ke Puri Saron Hotel untuk mengikuti rangkaian pelatihan. Pelatihan dimulai dari jam 08.00 hingga 17.00 dengan istirahat coffe break 2 kali dan Ishoma 1 kali selama 5 hari. Untungnya, pelatihan ada di kawasan Senggigi. Jika penat mulai melanda, saya langsung bisa meluncur ke taman belakang sambil berenang menikmati mentari tenggelam atau meluncur ke kawasan Senggigi menikmati jagung bakar dan kelapa muda.

Hotel Sheraton from above street

Hotel Sheraton from above street

Rasa penat itu benar-benar muncul setelah tiga ikut pelatihan di Kamboja Meeting Room. Saat keluar kelas, saya langsung tancap gas menuju kawasan Senggigi. Tepatnya di sekitar Bukit Pura Kaprusan. Di Lokasi ini bisa melihat segala hal tentang Senggigi dan menyaksikan temaram senja di Pura Kaprusan. Pura Kaprusan terletak di daratan yang menjorok ke laut di sisi barat Senggigi. Pura Kaprusan tersembunyi dibalik Villa, pepohonan kelapa dan warung. Di kawasan Pura Kaprusan ada sebuah pura yang berada di pinggir pantai. Pura itu berdiri di atas batu karang yang kokoh.

Lombok dan Bali berbaur di sini. Pura dan Masjid hidup berdampingan. Kampung Muslim dan Kampung hindu ibarat tangan kiri dan tangan kanan. Tak ada tangan kiri tanpa tangan kanan kanan di sampingnya. itulah simbol kerukunan dan keharmonisan hindu dan muslim di Lombok. Kampung bali dan kampung Muslim hidup berdampingan dengan budaya dan adatnya masing-masing. Pura yang ada di pesisir pantai sepanjang jalur senggigi antara lain Pura Batu Layar, Pura Batu Bolong dan Pura Batu Kaprusan.

Bapak-bapak dan ibu-ibu Penjual Kelapa dan Jagung Bakar sibuk membelah kelapa dan mengipas-ngipasi jagung bakarnya. Saya mendekati salah seorang bapak di antara para penjual itu dan memesan satu buah kelapa muda. Dia menjual kelapa muda dan jagung bakar. Anak istrinya membantunya dengan berjualan di warung kecil di pintu masuk pantai Kaprusan. Wajahnya sedikit berumur tapi selalu ceria dan suka bercanda. “Canda itu penting mas biar ngak cepat tua,” katanya saat saya duduk di bangku panjang tempat jualannya.

Muara Sungai Krandangan

Muara Sungai Krandangan

Bapak penjual kelapa muda itu bercerita bahwa dirinya pernah kerja di Jakarta dan Bali. Profesinya kebanyakan di restoran dan café. Karena umurnya yang sudah tidak muda lagi akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari Restoran dan sekarang berjualan kelapa muda dan jagung bakar di Senggigi. Anak lekakinya juga bekerja di salah satu Café yang terkenal di Senggigi, Marina Café.

Suasana Senggigi sore ini tak seramai saat malam hari setidaknya untuk para penjual kelapa muda dan jagung bakar. Menjelang Malam atau menjelang pagi, banyak para pengunjung café. Para penjual kelapa muda dan jagung bakar juga mendapatkan ketiban rezekinya. Kawasan wisata Senggigi terasa lebih hidup malamnya daripada siangnya. “kalau semakin malam, di sini semakin ramai mas,”

Sore ini, saya bener-bener mengintip Sengigi, mengintip Hotel Sheraton saat api-api unggun dinyalakan di taman-taman hotel yang berbatasan dengan pantai berpasir puith. Bule-bule yang bersantai ria di depan hotel. Melihat para penjual jagung bakar dengan asapnya yang mengepul. Menikmati suasana sore hari sambil menyantap jagung bakar dan nikmatnya sajian kelapa muda di puncak senggigi.

Dari Lokasi ini, kami bisa menyaksikan romantisme Senggigi di sore hari dengan temaram lampu, air laut yang tenang, bara-bara api yang dinyalakan menerangi malam yang mulai menyelimuti. Sore ini senggigi dalam pelukan malam.

Gunung Agung

Gunung Agung

Senggigi dan Seekor Anak Anjing

Pagi yang tenang di Senggigi

Pagi yang tenang di Senggigi

 

Dulu, kawasan wisata Senggigi adalah kawasan hutan belantara yang kering dan tak cocok untuk pertanian. sepanjang jalan hanya bisa ditanam tanaman yang tak banyak membutuhkan air seperti pohon kelapa. Tak Ayal, sepanjang jalur mulai dari Mataram hingga Pemenang hanya tanaman pohon kelapa yang tumbuh subur menjamur. Menjamurnya pohon kelapa di pesisir pantai sepanjang jalur Senggigi, Lombok Barat hingga Pemenang Lombok Utara mengakibatkan pantai-pantai ini dikenal dengan sebutan “Coconut Beach”.

Pesisir pantai sepanjang jalur Senggigi adalah perpaduan dua panorama alam. Perbukitan dan Pantai. Di tengah-tengah adalah jalan satu jalur. Jalan ini satu-satunya yang memisahkan Pantai dan Bukit.

Pada tahun 1980an, Kawasan Sengigi diperkenalkan sebagai Kawasan Wisata. Konsep-konsep wisata bermunculan. Tanah-tanah pesisir pantai dan perbukitan banyak diperjualbelikan. Kepemilikan berpindah dari penduduk kepada para pemilik modal dengan harga wajar saat itu.

Kawasan Pantai Kuta, Bali menjadi rujukan dalam pengembangan kawasan wisata bali. Sayang, kawasan Kuta Square tidak cocok untuk diimplementasikan di Senggigi Lombok. Kawasan Kuta merupakan kawasan pantai dan tak berbukit sehingga cocok pengembangan Kawasan Square. Kawasan Lombok memiliki kekhasan tersendiri. Bukit dan Pantai.

Sejak dipernalkan sebagai Kawasan Wisata. Penginapan-penginapan pun bermunculan sepanjang pantai. Di sisi Pantai, penginapan kelas kere seperti Homestay hingga Hotel berbintang seperti Aston dan Sheraton tumbuh subur. Kawasan pantai menawarkan pantai berpasir putih, Laut biru, terumbu karang yang memanjakan mata. Di waktu sore, Kawasan Sengigi menawarkan panorama matahari tenggelam. Di Lombok, Kawasan Wisata Senggigi adalah salah satu spot tercantik melihat matahari tenggelam dengan latar belakang Gunung Agung, Bali.

Pagi yang tenang

Pagi yang tenang

Di sisi Bukit, juga menawarkan panorama yang tak kalah menarik. Kita bisa menyaksikan panorama pantai berpasir putih dengan langit biru. Penginapan-penginapan dengan nuansa Villa menjadi salah satu daya tariknya. Dari Puncak bukit, kita bisa menyaksikan mentari tenggelam dengan semburat warna senja dengan barisan pohon kelapa sebagai foreground, Gunung Agung sebagai background.

Keindahan barisan pohon kelapa di pesisir terasa kontras dengan tumpukan sampah. Kawasan tanah lapang yang ditanami pohon kelapa sering menjadi tempat buangan sampah masyarakat. Sekarang, kawasan sampah sudah berganti menjadi tumpukan penginapan menjejali kawasan wisata Senggigi. Lambat laun Tumpukan sampah tergeserkan dengan villa dan penginapan. Kampung-kampung nelayan yang terkesan kumuh mulai terlihat cantik.

Kawasan Wisata tumbuh, ekonomi tumbuh subur. Masyarakat kawasan Senggigi kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan petani berubah menjadi pelayan-pelayan. Para pemuda dan pemudi Senggigi mulai tertarik untuk bekerja jadi pekerja-pekerja di hotel-hotel dan villa.

Di kawasan wisata Senggigi mulai bermunculan Café-café dan Klun Malam. Glamour dan hedon menjadi iconnya. Kehidupan malam menjadi primadona. Budaya-budaya lombok berpadu dengan kebudayan barat. Para Bule sering memenuhi kawasan wisata ini. Kawasan Senggigi mirip dengan kawasan di Legian, Bali. Suasana malam terasa hidup dan semarak. Café dan Klub malam yang menjadi icon. Happy Café dan Marina Cafe menjadi primadonanya.

Pantai Senggigi di Sore hari

Pantai Senggigi di Sore hari

Senggigi yang berada di kabupaten Lombok Barat telah menjadi salah icon wisata di Lombok hingga saat ini.

Langit sudah gelap, saat melewati gemerlapnya senggigi. Dentuman musik cadas menggelegar memecah heningnya malam bersamaan dengan anggukan kepala para pengunjungnya. Lampu-lampu Café menyala kerlap kerlip seperti lampu yang kurang tegangan. Terlihat para pengunjung dimabukkan alunan musik dengan segelas wine. Tangan-tangan diacungkan dengan sebotol bir. Saya berlalu meninggalkan riuh gemerlapnya kawasan Senggigi.

saya tiba di Puri Saron Hotel di kawasan wisata Senggigi menjelang pukul 21.30 Wita. Lokasinya berada di pantai Krandangan. Tepatnya berada di antara dua pantai, Senggigi Beach dan Krandangan Beach. Di Hotel ini aku akan menginap selama 5 hari untuk mengikutin Pendidikan dan pelatihan. Saya mendapatkan kamar 209 yang satu bangunan dengan gedung utama. Kamar yang cukup strategis dan langsung menghadap ke taman hotel dengan tumbuhan pohon kelapa yang berjajar. Kamar-kamarnya berbentuk sistem cluster sehingga setiap kamar akan langsung menghadap ke taman hotel.

Saya suka dengan hotel-hotel di kawasan wisata Senggigi yang berbentuk cluster dengan taman-taman hijau dan pohon kelapa. Pantai-pantai berpasir putih dan barisan perbukitan selalu memanjakan mata. kawasan wisata Senggigi menjadi primadona wisata lombok dengan fasilitas fasilitas yang cukup memadai.

memasuki malam at sheraton Senggigi

memasuki malam at sheraton Senggigi

Saya tidur terlelap di kamar 209 ini dengan gemerlapnya cahaya lampu taman 10 Watt.

Pagi itu, Hawa dingin menusuk tubuhku saat berjalan di taman hotel. Lampu-lampu taman yang berjejer. Terlihat semburat cahaya merah berada di balik barisan perbukitan desa Senggigi. Suasana desa senggigi pagi ini begitu tenang setelah tadi malam penuh hingar bingar suasana pesta. Angin dingin berhembus saat motor ku laju dengan kecepatan 40 km/jam untuk melawan rasa dingin.

Krandangan Beach bersebelahan dengan Hotel Puri Saron. Krandangan Beach dengan Puri Saron hanya dipisahkan oleh sungai-sungai yang berlumut. Sebetulnya aku bisa menyusuri pantai hingga tembus ke Krandangan Beach. Namun ntah kenapa saya ingin aja bersepeda menembus hawa sejuk desa Senggigi.

Pintu itu masih setengah terbuka saat saya memasuki kawasan ini. sepagi ini petugas penjaga pantai pun tak ada. Memasuki kawasan coconut beach “Krandangan”. Krandangan Beach ada dua pantai yang terpisahkan oleh pembatas buatan manusia. Pantai Krandangan berada di dusun Krandangan. Di sisi barat berbatasan pantai Klui-Mangsit. Di sisi timur berbatasan dengan pantai Senggigi.

Sungai Lumut dan barisan pohon kelapa

Sungai Lumut dan barisan pohon kelapa

Kawasan Pantai di sepanjang jalan Senggigi dibatasi kawasan perbukitan dan daratan yang menjorok ke laut. Tak ayal, kita sering melihat indahnya barisan pantai indah saat kita melintasi sepanjang jalur Senggigi, Lombok Barat hingga Pemenang Lombok Utara.

Pantai krandangan hanya barisan kelapa yang berjajar. Di pesisir pantainya, gubuk-gubuk penjual ikan segar dan kelapa muda berbaris rapi. Gubuk-gubuk itu berjumlah belasan. Gubuknya terbuat dari pelepah dahan pohon kelapa. Dalam satu gubuk biasanya dibuat sekat-sekat untuk para pengunjung yang beristirahat untuk menikmati segarnya suguhan kepala muda dan ikan bakar. Dari Lokasi Pantai Krandangan kita bisa menyaksikan pesona temaram senja yang membilas-bilas barisan pohon kelapa.

Seekor Anjing mengikuti saya saat saya menyusuri kawasan pantai Krandangan. Motor saya melaju dengan pelan. Dan seekor anjing mengikuti motor saya. Ku toleh ke belakang, anjing masih tetap mengikuti motorku. Ku lambatkan laju motorku sambil menunggu anjing yang berlari mengikuti motor saya. Saya berjalan ke sisi kiri pantai yang langsung berbatasan sungai lumut. Anjing berdiri di samping saya. Di seberang sungai lumut, Hotel Puri Saron menyambut pagi dengan keheningan.

Kelapa di dalam sungai lumut

Kelapa di dalam sungai lumut

Sepagi ini angin berhembus kencang menyapa barisan kelapa yang berbaris rapi. Sepagi ini juga penguasa pantai ini hanya lah saya dan seekor anak anjing yang menemani saya. Pantai ini masih kosong, kosong dari segala aktivitas. Pagi ini penuh ketenangan dengan hembusan angin dan seekor anak anjing.

Anjing itu selalu mengikuti ku. Aku berjalan ke manapun dia selalu ikut mengejar. Aku berhenti pun, anjing itu pun ikut berhenti. Sesekali hidungnya mengendus tanah mencari bekas-bekas makanan yang tersisa. Anak Anjing itu berhenti mengikutiku saat keluar dari pantai Krandangan.

Di Pantai Krandangan banyak anjing yang berkeliaran. Namun, pagi ini aku hanya ditemani seekor anjing. Mungkinkah anjing-anjing yang lain bersama tuannya. Lalu, apakah anjing ini tak bertuan.

Memacning di sungai lumut

Memacning di sungai lumut

Aku diikuti seekor anjing ini saat memasuki kawasan pantai Krandangan. Mungkinkah itu Anjing Penjaga Pantai Krandangan?

Saya teringat seekor anjing yang ku beri nama “JOY”. Seekor anjing yang ku pelihara di Komplek Kelimutu di Kupang beberapa tahun lalu. Dulunya, Joy dipelihara oleh sang Tuan yang meninggalkannya karena dimutasi ke wilayah Kalimantan. Saya menggantikan rumahnya sekaligus anjingnya. Jujur, ada perasaan risih saat pertama kali saya memelihara anjing ini. Selama ini saya memang takut terhadap anjing. Saya seorang muslim. Bagaimana hukumnya seorang muslim yang menjaga anjing di rumahnya. Bukan kah malaikat tidak akan masuk ke suatu rumah yang di rumahnya ada anjing?. Perasaan itu berkecamuk dalam diri saya. Antara menjaga anjing yang ditinggal tuan ataukah membiarkannya mati kelaparan.

Di Komplek Kelimutu, kami memiliki seorang pembantu. Bu Valens namanya. Bu Valens seorang Katolik yang taat. Setiap minggu pagi, dia selalu datang ke Katedral yang lokasinya tak jauh dari komplek. Dia juga pembantu komplek kelimutu tertua sekaligus yang paling disegani diantara pembantu yang lain. Bu Valens bisa mengurus beberapa rumah sekaligus. Wajah tuanya tak menghilangkan kegesitan kerjanya. Bu Valens suka bergaul dengan para penghuni komplek yang lain. saya suka Bu Valens karena kesupelannya. Suka bergaul dan menyapa.

Suatu saat dia menanyakan anjing yang sering berada di depan rumah saya. Sepertinya Bu Valens tau keresahanku tentang seekor anjing yang bernama “Joy”. Seeorang muslim yang seharusnya tak memelihara anjing di dalam rumahnya. “Ntar, saya akan suruh orang untuk bawa anjing ini, kata bu Valens.

Senggigi identik dengan Pantai dan perbukitan

Senggigi identik dengan Pantai dan perbukitan

Bukankah Anjing Ashabul Kahfi juga telah dijamin masuk surga. Bukankah ada seorang pelacur yang masuk surga karena memberi makan anjing yang kelaparan. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti menggelayut dalam pikiranku.

Kenapa saya tak mencontohnya. Pikiran itu tiba-tiba terbesit dalam pikiranku saat melihat seekor anjing yang duduk di depan rumah sepulang kantor. Ku buka pintu rumahku. Dia ikut di belakangku. Dia sepertinya Ingin juga masuk ke rumah. Ku larang dia. Dia pun berhenti dan sejak saat itu anjing itu tak pernah masuk ke dalam rumah. Sejak saat itu pula saya mulai memberinya makan. Pagi sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja.

Tak jarang, saya sering berbagi makanan dengan Joy. Makanan yang saya bungkus langsung saya bagi dua. Separuh buat saya dan separuhnya buat si Joy. Malam itu, saya beli ayam dan tempe penyet. Tempe buatku, Ayamnya buat si Joy. Begitulah persahabatan kami. Saya tahu kebiasaan Joy. Joy pun mulai mengetahui kebiasaanku: Berangkat Kantor di waktu pagi, Pulang Kantor di sore hari.

Aku mulai suka terhadap Joy. Rasa benciku terhadap seekor anjing itu tergantikan rasa kasih terhadap seekor binatang yang setia: mengantar dan menunggu.

Anjing yang mengikuti saya di pantai krandangan

Anjing yang mengikuti saya di pantai krandangan

“Di waktu pagi, Dia selalu mengantarku ke kantor hingga pintu gerbang komplek, Di sore hari, Dia selalu menunggu ku di depan rumah. Joy si Anjing itu tak akan pernah lupa dan alpa untuk mengantarkan atau menunggu kepulanganku.

Persahabatan kami telah melewati hari, bulan, tahun. Tahun-tahun berganti. Tapi Joy tetap tak tergantikan. Setia-nya tetap tak tergantikan: Mengantar hingga Pintu Gerbang dan Menunggu di depan rumah.

Hingga suatu saat saya tak menjumpai Joy seharian. Ku cari di samping rumah, di belakang rumah dan seluruh komplek Kelimutu. Jawabannya: Tak ada Joy. Kemanakah dia??

Ku dekati Bu Valens yang melintas di jalanan komplek untuk menanyakan keberadaan “Joy”. “Joy” mungkin dibunuh orang mas, katanya. Jawabannya membuatku kelu dan lemas. Ada perasaan berbeda dalam diriku. Diriku yan sempat benci seakan merasa kehilangan. Ku coba cari-cari kuburannya di belakang Komplek. Jawabannya Nihil.

Aku mulai menduga Joy dibunuh orang untuk dimakan. Kebiasaan orang-orang sini yang biasa memakan anjing menguatkan dugaanku.

Joy telah mengajarkan ku tentang apa arti sebuah kesetiaan dan kepercayaan. Seekor binatang tak berakal itu banyak mengajarkan manusia yang katanya berakal tentang sebuah kepercayaan dan kesetiaan.

Terima kasih Joy.