Sore itu semburat senja berpendar di kolam renang taman belakang hotel Puri Saron saat saya menyisiri pinggiran kolam renang itu. Kolam yang biasanya selalu ramai oleh para tamu hotel ini nampak sepi dan tenang. beberapa petugas hotel menyapaku saat aku melintasinya. Mereka sepertinya tahu gelagatku layaknya wartawan dengan kamera bag yang diselempangkan di bahu.
Krandangan adalah salah satu spot tercantik untuk memotret pohon-pohon kelapa. bagi yang suka menikmati suasana matahari terbenam. barangkali Krandangan harus menjadi salah satu yang wajib dikunjungi. Puri Saron lokasinya bersebelahan dengan pantai Krandangan. hanya dipisahkan oleh sungai lumut sampah.
Seorang petugas hotel mendekatiku dan memberitahuku bahwa Lombok memiliki pantai-pantai cantik. saya tak terkejut karena memang saya sudah membuktikannya. mungkin petugas hotel menyangka saya sebagai orang yang baru tiba di Lombok. “Mas, pantai-pantai di Lombok cantik-cantik,” katanya berusaha mempromosikannya kepada saya. sudah satu tahun lebih saya tinggal di Lombok. selama itu pula saya memburu pantai-pantai cantik. ntah kenapa saya merasa bersemangat mencari pantai-pantai indah di lombok. setiap sudut lombok harus saya jelajahi, begitu kata hatiku suatu waktu.
bahkan saya pernah sendirian menyusuri pantai-pantai yang mulai dari Loang Baloq di Mataram hingga di Kecinan, Lombok Utra. dari pagi hingga sore menjelang. masuk ke kampung ke luar kampung. dari gang satu ke gang lain. menyusuri kampung-kampung nelayan kumuh. hingga pantai Senggigi yang cantik.
Sungai ini hanya menjadi muara dari sampah-sampah yang berasal dari bukit dihulunya. Sungainya tenang dan tak beriak. Ketenangan sungai ini menyebabkan lumut-lumut hijau tumbuh subur menyelimuti permukaan air yang tenang. Ada orang-orang yang memanfaatkan ketenangan sungai berlumut ini. mereka itu : para pemancing ikan-ikan sungai. Mencari ikan-ikan yang bersembunyi di balik lumut-lumut yang menutupi permukaan air sungai. Barangkali, mereka terlalu setia menunggui ikan-ikan yang bersembunyi di balik lumut. Setiap sore, pemancing itu selalu setia menunggu sang ikan memangsa umpan para pemancing.
Saat itu, saya melihat sekumpulan para pemancing yang terlihat berdiam diri di atas air yang tenang. Bayangan terefleksi di dalam air.
Di atas sana, bukit hijau diselimuti awan kelabu yang menggulung. Di pinggiran sungai, barisan pohon kelapa yang melambai diterpa angin bukit yang turun ke laut. Di pantai, orang-orang bercengkrama ria sambil menikmati tenggelamnya mentari di sore hari. Di pinggiran pantai ini juga para penjual kelapa menunggu para penikmati wisata krandangan beach.
Saya cepat berlarian hendak menuju ke arah komplek pantai Krandangan yang sebenarnya. Terlihat Para pengunjung yang sedang mandi di pantai Krandangan dengan hamburan ombak yang tenang. Pantai Krandangan langsung berbatasan dengan selat lombok. Beberapa anjing saling menggongong saat saya masuk kawasan pantai Krandangan. Saya baru datang saat orang-orang yang berjualan sedari tadi pagi mulai berkemas-kemas hendak mau pulang.
Beberapa rombongan pengunjung bule mendatangi salah satu penjual itu kemudian memesan beberapa kelapa muda. Saya berlalu meninggalkan warung-warung menuju ke tengah-tengah lapangan Krandangan yang kosong dari pohon kelapa. Saya duduk sendiri di tengah lapang sambil indahnya temaram senja berbalut kuning. Angin-angin berhembus kencang membilas pohon-pohon kelapa yang tinggi menjulang.
Saya masih duduk seorang diri, saat mentari tenggelam ke dalam laut. Langit semakin gelap, anjing pun sesekali menggongong di kejauhan malam. Gelap. Membuatku sedikit ada rasa takut. Tapi begitu senang ketika melihat indahnya barisan pohon kelapa yang berbaris rapi dengan latar belakang warna merah jingga. Tak ada cahaya lampu, Gelap, berpadu dengan indahnya temaram senja. Gonggongan anjing semakin kencang saat aku berjalan menyusuri jalanan gelap. Ntah ada beberapa anjing. Anjing itu berlarian. Ada rasa takut dan was-was jika anjing itu merasa terancam dan mengancam saya. Anjing-anjing berlarian dalam gelap dibarengi dengan saya yang juga berlarian ketakutan.
Trauma. Barangkali itu lah kata yang cocok untuk menggambarkan trauma saya dengan anjing. Aku pernah diserbu tiga anjing sekaligus saat lari pagi. Sejak itulah, saya sedikit mengalami trauma saat bertemu anjing-anjing menggonggong.
Pertengahan Isyak dan magrib, saya pulang ke hotel. Melewati restoran yang langsung berhadap-berhadapan dengan kolam renang. Beberapa kawan menyapaku. Malam itu, aku lewatkan malamku dengan menonton film HBO hingga akhirnya aku tertidur dengan sendirinya.
Pagi-pagi sekali, saat mentari pagi berada di balik perbukitan saya sudah meluncur ke jalanan senggigi. Semburat cahaya Jingga di pagi hari desa senggigi. Hembusan-hembusan angin segar dengan jalanan senggigi yang masih sepi menambah kedamaian dan ketenangan pagi ini. Cahaya jingga dari puncak bukit menerangi pantai senggigi yang masih tertidur. Pantai itu masih terlelap dari aktivitas manusia yang sekedar ingin berjemur. Bahkan, pemancing yang biasanya kuat bertahan seorang diri berendam separuh badan di laut tak muncul pagi itu.
Tak ada para penjual kelapa muda dan jagung bakar yang biasanya berjejer rapi di pinggiran jalan senggigi. Hanya barisan mobil taksi yang berbaris rapi menunggu penumpang. Jalanan Senggigi nampak lengang. Tak ada bule dan wisatawan lain yang biasanya berseliweran di sepanjang jalan senggigi. Hanya terlihat satu bule yang jogging menuruni jalan senggigi. Keringatanya bercucuran membasahi kaos putihnya.
Mentari naik sepenggalan saat saya memutuskan balik ke Puri Saron Hotel untuk mengikuti rangkaian pelatihan. Pelatihan dimulai dari jam 08.00 hingga 17.00 dengan istirahat coffe break 2 kali dan Ishoma 1 kali selama 5 hari. Untungnya, pelatihan ada di kawasan Senggigi. Jika penat mulai melanda, saya langsung bisa meluncur ke taman belakang sambil berenang menikmati mentari tenggelam atau meluncur ke kawasan Senggigi menikmati jagung bakar dan kelapa muda.
Rasa penat itu benar-benar muncul setelah tiga ikut pelatihan di Kamboja Meeting Room. Saat keluar kelas, saya langsung tancap gas menuju kawasan Senggigi. Tepatnya di sekitar Bukit Pura Kaprusan. Di Lokasi ini bisa melihat segala hal tentang Senggigi dan menyaksikan temaram senja di Pura Kaprusan. Pura Kaprusan terletak di daratan yang menjorok ke laut di sisi barat Senggigi. Pura Kaprusan tersembunyi dibalik Villa, pepohonan kelapa dan warung. Di kawasan Pura Kaprusan ada sebuah pura yang berada di pinggir pantai. Pura itu berdiri di atas batu karang yang kokoh.
Lombok dan Bali berbaur di sini. Pura dan Masjid hidup berdampingan. Kampung Muslim dan Kampung hindu ibarat tangan kiri dan tangan kanan. Tak ada tangan kiri tanpa tangan kanan kanan di sampingnya. itulah simbol kerukunan dan keharmonisan hindu dan muslim di Lombok. Kampung bali dan kampung Muslim hidup berdampingan dengan budaya dan adatnya masing-masing. Pura yang ada di pesisir pantai sepanjang jalur senggigi antara lain Pura Batu Layar, Pura Batu Bolong dan Pura Batu Kaprusan.
Bapak-bapak dan ibu-ibu Penjual Kelapa dan Jagung Bakar sibuk membelah kelapa dan mengipas-ngipasi jagung bakarnya. Saya mendekati salah seorang bapak di antara para penjual itu dan memesan satu buah kelapa muda. Dia menjual kelapa muda dan jagung bakar. Anak istrinya membantunya dengan berjualan di warung kecil di pintu masuk pantai Kaprusan. Wajahnya sedikit berumur tapi selalu ceria dan suka bercanda. “Canda itu penting mas biar ngak cepat tua,” katanya saat saya duduk di bangku panjang tempat jualannya.
Bapak penjual kelapa muda itu bercerita bahwa dirinya pernah kerja di Jakarta dan Bali. Profesinya kebanyakan di restoran dan café. Karena umurnya yang sudah tidak muda lagi akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari Restoran dan sekarang berjualan kelapa muda dan jagung bakar di Senggigi. Anak lekakinya juga bekerja di salah satu Café yang terkenal di Senggigi, Marina Café.
Suasana Senggigi sore ini tak seramai saat malam hari setidaknya untuk para penjual kelapa muda dan jagung bakar. Menjelang Malam atau menjelang pagi, banyak para pengunjung café. Para penjual kelapa muda dan jagung bakar juga mendapatkan ketiban rezekinya. Kawasan wisata Senggigi terasa lebih hidup malamnya daripada siangnya. “kalau semakin malam, di sini semakin ramai mas,”
Sore ini, saya bener-bener mengintip Sengigi, mengintip Hotel Sheraton saat api-api unggun dinyalakan di taman-taman hotel yang berbatasan dengan pantai berpasir puith. Bule-bule yang bersantai ria di depan hotel. Melihat para penjual jagung bakar dengan asapnya yang mengepul. Menikmati suasana sore hari sambil menyantap jagung bakar dan nikmatnya sajian kelapa muda di puncak senggigi.
Dari Lokasi ini, kami bisa menyaksikan romantisme Senggigi di sore hari dengan temaram lampu, air laut yang tenang, bara-bara api yang dinyalakan menerangi malam yang mulai menyelimuti. Sore ini senggigi dalam pelukan malam.